Belajar adalah suatu kegiatan yang tidak pernah
mengenal kata berhenti. Demikian banyak orang meyakininya. Bila perlu,
nafas terakhir sekalipun tetap menjadi sebuah pembelajaran. Namun kita
semua mungkin menyimpan sebuah pertanyaan menggelitik tentang belajar,
yakni bagaimana kita bisa membuat pembelajaran kita menjadi lebih
efektif sehingga kita bisa segera memetik buah dari apa yang kita
pelajari?
Untuk menemukan jawaban atas misteri tersebut,
saya ingin mengajak para pembaca untuk menguak rahasia kekuatan
piramida belajar. Dalam bukunya, Rich Dad's The Business School for
People who Like Helping People, pebisnis dan penulis ternama Robert T.
Kiyosaki menawarkan suatu model yang sangat menarik yang disebutnya
piramida belajar. Model ini, sesuai namanya, berbentuk sebuah piramida
yang memiliki empat sudut. Masing-masing sudut diberi nama sudut mental,
sudut fisik, sudut emosional dan sudut spiritual. Untuk lebih jelasnya,
marilah kita menyimak Gambar di atas.
Saya akan sedikit modifikasi dan memberikan
penekanan pada piramida belajar ini. Harapan saya tentu saja agar para
pembaca bisa lebih mudah menghayati piramida belajar dan pada gilirannya
bisa memanfaatkannya secara optimal dalam kehidupan nyata.
Pertama-tama, marilah kita mulai dari sudut mental. Sudut ini merupakan
sudut dimana kita semua mengawali proses belajar. Pada sudut ini
biasanya kita akan menghadapi perlawanan-perlawanan dari keyakinan atau
nilai-nilai yang telah kita miliki sebelumnya. Itulah sebabnya
seringkali orang mengatakan lebih mudah mengajari seorang anak kecil
yang belum tahu apa-apa dibandingkan mengajar orang dewasa yang sudah
banyak tahu. Marilah kita menggunakan saat-saat kita belajar mengendarai
sepeda motor sebagai contoh. Pikiran kita akan memberikan perlawanan
terhadap apa yang diajarkan oleh pelatih kita seperti misalnya mengapa
harus memindahkan persneling. Hal ini terjadi karena pada saat kita
belajar mengendarai sepeda biasa pada waktu kecil dulu, tidak ada yang
namanya persneling. Tentu saja keahlian yang telah kita peroleh
sebelumnya bisa bermanfaat seperti misalnya kemampuan untuk mengatur
keseimbangan yang telah kita kuasai pada saat mengendarai sepeda bisa
kembali kita gunakan pada saat belajar mengendarai sepeda motor. Kunci
keberhasilan kita pada tahap ini adalah percaya sepenuhnya kepada apa
yang diajarkan oleh pelatih atau guru kita. Seringkali kita menjadi
lambat pada tahap ini karena mental pikiran kita mengatakan bahwa kita
telah mengetahui semua yang diajarkan.
Sudut yang kedua adalah sudut fisik. Setelah
pikiran kita bisa menerima apa yang diajarkan oleh pelatih atau guru
kita, maka kita pun mulai penasaran ingin mencoba mempraktekannya. Pada
tahap ini kita akan melakukan aktifitas fisik tertentu untuk bisa
menguasai ilmu atau keahlian yang sedang kita pelajari. Kembali kepada
ilustrasi belajar mengendarai sepeda motor di atas, pada saat kita
menghidupkan sepeda motor dan mencoba mengendarainya pertama kali apa
yang terjadi? Mungkin kita terkejut karena sepeda motor yang kita
kendarai bukannya meluncur dengan mulus tetapi malah meloncat seperti
kodok. Meski mengalami kegagalan, kita sudah melangkah lebih maju karena
telah memasuki sudut fisik dari piramida belajar. Kunci keberhasilan
kita di sini adalah ketekunan dan keyakinan bahwa kita bisa menguasai
apa yang sedang kita pelajari.
Setelah mencoba berkali-kali, akhirnya kita pun
akan mahir mengendarai sepeda motor. Sejak saat itu, tanpa kita sadari,
kita sudah melangkahkan kaki ke sudut emosional. Tantangan yang kita
hadapi pada sudut emosional sangatlah berbeda dengan tantangan yang kita
alami pada sudut fisik. Bila pada sudut fisik, kita bisa dengan mudah
melihat tantangan yang ada di hadapan kita, maka pada sudut emosional,
seringkali tantangan tersebut tidak kelihatan karena pada sudut ini kita
berhadapan dengan ego kita sendiri seperti ketakutan dan percaya diri
yang berlebihan. Setelah mengendarai sepeda motor berkeliling kampung
untuk beberapa saat, maka kita akan merasa jenuh dan ingin mencoba
sepeda motor tersebut menempuh jarak yang lebih jauh. Di sinilah kita
menghadapi ketakutan terhadap berbagai hal seperti jalan yang lebih
besar dan lebih ramai. Setelah rasa takut kita atasi, maka kita mulai
merasa percaya diri dan bahkan bisa jadi terlalu berlebihan. Pelatih
kita rasanya sudah tidak perlu kita dengarkan lagi karena kita sudah
menyamai keahliannya. Bahkan pada saat mengendarai sepeda motor di jalan
besar sekalipun, kita merasa sudah seperti juara dunia. Belum puas
rasanya bila masih ada motor lain di depan kita. Kunci keberhasilan kita
pada tahap ini adalah dengan sesegera mungkin menyadari bahwa selalu
ada gunung yang lebih tinggi untuk didaki. Banyak manusia berbakat yang
seharusnya meraih prestasi tinggi gagal dalam tahap ini hanya karena ia
merasa sudah berada di puncak gunung tertinggi padahal ia baru saja
melewati kaki sebuah bukit.
Bila berhasil melewati sudut emosional maka
perjalanan belajar kita akan mulai menapaki sudut spiritual. Kata
spiritual di sini tidak dimaksudkan untuk menggantikan kata religi.
Namun kata spiritual di sini lebih dimaksudkan untuk menjelaskan
pemahaman kita yang paling hakiki terhadap apa yang kita pelajari. Pada
tahap ini kita akan mencari kebenaran dari apa yang kita pelajari bukan
untuk memuaskan rasa ingin tahu kita belaka tetapi untuk memberikan
manfaat yang mulia bagi orang-orang di sekitar kita. Bila pada sudut
emosional kita menge-dim lampu sepeda motor untuk memerintahkan orang
lain agar memberi jalan maka pada sudut spiritual kita akan menggerakan
tangan kita untuk mempersilahkan mereka melaju lebih dulu. Pada sudut
ini pula akhirnya kita menjadi satu dengan apa yang kita pelajari.
Satunya kata dengan perbuatan dan kebahagiaan sejati akan kita raih pada
sudut ini. Menang atau kalah bukan lagi tujuan bila kita sudah berada
pada sudut ini.
Semakin kita bersedia membuka pikiran dan hati
kita maka semakin efektif pembelajaran kita sehingga semakin cepat pula
kita melewati sudut-sudut dalam piramida belajar. Untuk lebih membantu
para pembaca, saya menyiapkan dua kunci penting yang harus kita pahami
dalam menelusuri piramida ini. Pertama, apapun yang kita pelajari tidak
akan banyak memberi manfaat baik bagi kita sendiri maupun bagi orang
lain bila kita tidak berhasil melewati sudut emosional. Dengan kata
lain, kita harus mempraktekan apa yang kita pelajari dalam keseharian
kita dan berani bergelut dengan kepuasan kita sendiri. Kedua, bila pada
sudut mental, fisik dan emosional kita mengenal kata "lulus" maka pada
sudut spiritual kita tidak akan mengenal kata tersebut. Sebagai manusia,
kita perlu menyadari betul bahwa kita tidak bisa sempurna sebaik atau
sekeras apa pun kita berusaha. Artinya, kita tidak bisa mengklaim bahwa
kita telah mengetahui semuanya. Sebaliknya, pengetahuan kita adalah awal
yang baru bagi ketidak tahuan kita.
Piramida ini sangat sederhana namun sangat
universal. Kita bisa menggunakannya hampir pada setiap hal yang kita
pelajari. Sejauh mana kita akan melangkah dalam piramida ini kembali
berpulang kepada diri kita masing-masing. Akankah kita tidak melangkah
kemana-mana karena perlawanan mental yang kita berikan? Ataukah kita
hanya akan terhenti di sudut fisik karena kita menyerah? Atau akhirnya
kita tertahan di sudut emosi karena keangkuhan kita sendiri? Harapan
saya tentu saja semoga para pembaca bisa mencapai sudut spiritual
sehingga bisa lebih banyak membantu dan menjadi inspirasi bagi
orang-orang di sekitar kita. Selamat belajar!
(Jemy V. Confido)